JAKARTA— Pemerintah RI melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyiapkan beberapa relaksasi guna mengakselerasi perekonomian nasional. Salah satu sektor yang akan didorong ialah industri otomotif, yang menjadi bagian penting dalam manufaktur Tanah Air seraya berkontribusi terhadap neraca perdagangan dan product domestic bruto (PDB). “Salah satu insentif yang bisa kita lakukan ialah mengenai low carbon emission vehicle (LCEV),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam konferensi pers di Jakarta, beberapa waktu yang lalu, seperti dikutip KOMPAS.
Melalui program tersebut, semakin rendahnya produksi emisi gas karbon (CO) pada kendaraan bermotor maka besaran insentifnya akan semakin tinggi pula. Sehingga, dalam jangka panjang bisa menekan tingkat polusi di Indonesia. Adapun jenis kendaraan yang akan masuk di LCEV cukup beragam, mulai dari kendaraan listrik murni (battery electric vehicle, BEV), plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), hybrid electric vehicle (HEV), sampai kendaraan konvensional. “Jadi konteks besarnya ialah E-Mobility, yang mana industri otomotif akan semakin hijau tidak terbatas teknologinya apa. Internal combustion engine (ICE) pun bisa, tapi tentu berbeda insentifnya nanti,” kata Agus.
Adapun insentif pada golongan kendaraan LCEV berupa turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM, peraturan sudah berlaku efektif mulai 16 Oktober 2021. Pengenaan beban PPnBM tak lagi berdasar bentuk bodi kendaraan melainkan tingkat emisi gas buang, kapasitas mesin, dan konsumsi bahan bakarnya.
Tapi Agus masih belum bisa mengungkapkan lebih jauh karena program tersebut sedang dalam tahap pembahasan serta penyempurnaan supaya tepat sasaran. Insentif kedua yang tengah disiapkan untuk industri otomotif dalam negeri pada tahun depan ialah program mobil rakyat yang akan dibebaskan dari instrumen PPnBM secara permanen.
Gagasan yang sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan ini disebut memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja sektor otomotif nasional usai terdampak pandemi Covid-19. “Kita ingin menciptakan suatu devinisi baru yang disebut mobil rakyat. Dari namanya, kendaraan dimaksud bukanlah barang mewah sehingga tak lagi dikenakan PPnBM,” kata Agus. “PPnBM itu kan harusnya dikenakan untuk barang mewah, jadi seharunya untuk sesuatu termasuk kendaraan yang tidak tegolong mewah, maka tak terkena. Jadi kita ingin memisahkan suatu jenis mobil ini,” lanjutnya.
Untuk dapat masuk ke golongan kendaraan bebas PPnBM itu, ada syaratnya yaitu maksimal memiliki harga jual Rp 240 juta dengan tingkat local purchase 80 persen. Selain itu, Agus bilang definisi mobil rakyat ini memiliki kapasitas mesin di bawah 1.500 cc. Hampir mirip dengan syarat pemberian PPnBM-DTP yang sudah digelontorkan sejak Maret 2021 lalu. “Menurut kami, harga mobil Rp 240 juta itu sudah mobil rakyat (berdasar pasar tergemuk di Indonesia). Jadi itu tak bisa lagi disebut sebagai mobil mewah,” katanya. (*)