Berita Economy & Industry

Tak Menyerah ketika Pasar Turun, Industri Otomotif Perlu Komitmen

JAKARTA— Pelaku industri otomotif di Indonesia menolak menyerah di tengah turunnya pasar global dan domestik. Mereka lakukan berbagai strategi agar tetap menutup tahun penuh tantangan dengan kemenangan. Peluncuran produk baru dan penyegaran produk menjadi salah satu strategi yang paling banyak dilakukan para agen pemegang merek (APM). Sedikitnya, tercatat ada 30-an produk baru yang meluncur ke pasar domestik pada 2019.

Semaraknya produk baru pada tahun ini juga sesuai dengan peningkatan jumlah uji tipe di Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia. Kepala BPLJSKB Kemenhub Caroline Noorida Aryani menjelaskan berdasarkan catatan sementara, terdapat kenaikan jumlah uji tipe pada tahun ini. Beberapa di antaranya merupakan kendaraan terelektrifikasi, baik hibrida maupun kendaraan listrik berbasis baterai.

“Kami baru akan analisis di akhir tahun untuk perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, secara umum tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya,” katanya seperti dikutip Bisnis beberapa waktu yang lalu.

Toyota sebagai penguasa pasar domestik menjadi salah satu merek yang cukup trengginas memperkenalkan produk baru pada tahun ini. Sedikitnya, tercatat ada 11 produk baru yang dirilis oleh produsen otomotif terbesar di Jepang tersebut. Penyegaran dan produk baru yang dibawa Toyota pada hampir seluruh segmen pasar domestik, dari mulai kendaraan hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) hingga mobil sport dua pintu. Strategi ini tak lain merupakan upaya menggairahkan pasar yang sedang lesu.

Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto menjelaskan strategi agresif tersebut sudah dicanangkan sejak akhir tahun lalu. Ia memproyeksikan pasar akan menurun pada tahun ini karena berbagai faktor, salah satunya kegiatan politik. “Kami sudah berkomitmen akan perkenalkan produk baru lebih banyak pada 2019, kami waktu itu sudah bilang karena kondisi nya industri otomotifnya akan turun. Jadi, pasar harus digairahkan dengan sesuatu, tahun lalu kami punya enam model baru, tahun ini kami punya 10 model baru,” katanya.

Toyota tak berjalan sendirian, mereka juga bersinergi dengan kawanannya di bawah naungan PT Astra International Tbk. Pada akhir pekan lalu mereka menggelar Astra Auto Fest 2019 pada 22 hingga 24 November. Pameran yang berlangsung di Astra Biz Center, BSD, Tangerang Selatan itu melibatkan tak kurang dari 19 kolaborator, dari industri otomotif hingga perusahaan pembiayaan. Di antaranya, ada Toyota, Daihatsu, Isuzu, Astra Honda, Auto2000, BMW Astra, Mobil88, ACC, TAF, dan Bank Permata.

Direktur Astra International Suparno Djasmin menjelaskan ajang ini diharapkan dapat mempertahankan pangsa pasar seluruh merek Astra mencapai kisaran 53 persen pada akhir tahun. Adapun, hingga Oktober pangsa pasar Astra mencapai 52,68 persen. Project Leader Astra Auto Fest 2019 Gunawan Salim menyatakan bahwa dibandingkan dengan penyelenggaraan pada tahun sebelumnya, kali ini lebih banyak pabrikan yang terlibat. Dari sisi lembaga keuangan juga lebih banyak pada tahun ini.

Strategi Harga ala Mazda dan Nissan

Sementara itu Mazda punya strategi tersendiri untuk menggairahkan pasar yang lesu. Di tengah daya beli yang disinyalir mengalami penurunan, Mazda menyapih harga jual dua produk andalannya yang baru disegarkan. Direktur Penjualan dan Pemasaran PT Eurokars Motor Indonesia (EMI) Ricky Thio produk Mazda 2 dengan penyegaran terbaru lebih murah sekitar Rp20 juta dibandingkan versi sebelumnya. Penurunan harga dilakukan dengan membuang sejumlah fitur yang ada pada versi sebelumnya.

“Sekarang Rp 302,8 juta untuk varian Mazda 2 yang paling tinggi. Dulu kan yang paling tingginya sekitar Rp 320 juta. Jadi ada penurunan sekitar Rp 20 juta. Kami lihat setiap segmen itu ada kebutuhannya, jadi kami sesuaikan, tapi bukan downgrade,” katanya.

Dia mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan daya beli konsumen di Indonesia. Menurutnya, penurunan penjualan pada tahun ini menunjukkan adanya penurunan daya beli konsumen di Tanah Air. Kendati masih banyak pabrikan yang optimistis untuk terus mengembangkan pasar di Indonesia, ada pula yang memutuskan untuk hangkang dari Tanah Air. Salah satunya General Motors yang menghentikan penjualan mulai Maret 2020.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan semestinya setiap pabrikan memiliki komitmen jangka panjang yang diiringi dengan strategi matang untuk masuk ke pasar Indonesia. Menurutnya, kurang tepat apabila karena penjualan yang menurun lantas memutuskan untuk pergi dari pasar domestik, seperti yang dilakukan General Motors.

Adapun Pengamat Otomotif Bebin Djuana menilai keputusan GM pergi dari pasar Indonesia kurang tepat lantaran hal itu diambil saat pasar otomotif di dalam negeri tengah mengalami tekanan. Dengan kata lain, penurunan penjualan tidak hanya dialami oleh GM, melainkan hampir seluruh pelaku industri.

“Sekarang lihat, masih banyak merek lain yang jualannya lebih kecil dari dia, tapi tidak menyerah, memang dia sendiri yang jelek penjualannya? Yang lain turun juga, masa pihak principal tak melihat itu? Masa iya mereka juga tak tahu kalau saat ini ada tahun politik,” katanya.

Dia menilai gaya manajemen perusahaan Amerika Serikat (AS) seperti GM yang berbeda dengan pabrikan asal Jepang turut menyebabkan keputusan itu. Menurutnya merek Jepang lebih mengedepankan efisiensi dan lebih ulet mencari jalan keluar. (*)