JAKARTA— Dilihat dari sisi mana pun, modifikasi truk berat untuk menambah dimensi atau memaksakan kapasitas angkut akan berujung buntung. Memang bagi pengusaha akan menghemat biaya operasional namun pada akhirnya pemaksaan tersebut dapat mempersingkat umur kendaraannya.
Tak hanya itu, truk yang dimodifikasi menjadi over dimension over load (ODOL) juga menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan. Jalan rusak tentu akan menghambat lalu lintas yang ujung-ujungnya juga memperlambat proses pengiriman barang di samping juga membahayakan keselamatan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyampaikan bahwa biaya perbaikan jalan rusak akibat truk ODOL ini dapat menelan anggaran sebesar Rp 43 triliun. Dana ini bisa dialihkan jika tak ada lagi truk ODOL melintas untuk kepentingan para pengusaha kembali sehingga akan menghasilkan solusi saling menguntungkan.
“Kalau kita bisa menggunakan kendaraan yang tidak ODOL hingga jalan tak rusak maka biaya perawatan sebesar Rp 43 triliun bisa kita selamatkan. Dana itu bisa dialihkan ke yang lain untuk subsidi angkutan barang,” kata Direktur Pembinaan Keselamatan Kementerian Perhubungan Darat Muhammad Rizal Wasal dalam diskusi terkait ODOL di pameran truk dan bus (GIICOMVEC 2020) yang diselengarakan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) di, Jakarta Pusat awal Maret 2020.
Rizal juga mengingatkan banyak keuntungan yang didapat jika jalanan Indonesia bebas dari angkutan ODOL. Tidak hanya melulu masalah ekonomi, nyawa seseorang tentu tetap menjadi prioritas utama. “Artinya kita berharap multiple effect terhadap perbaikan kendaraan ODOL meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bayangkan kalau mereka jalan sesuai standar, kecelakaan berkurang, kerusakan jalan berkurang,” katanya seperti dikutip Detik.
Ia juga menyebutkan bahwa kecelakaan tunggal ODOL sering kali menyebabkan kecelakaan lainnya. Tak sulit membayangkan bagaimana truk yang sudah besar ditambah dengan dimensi dan berat berlebih akan menjadi momok menakutkan di jalan bagi pengendara lain.
“Masak kita tega banyak kecelakaan. Kecelakaan tunggal saja tidak setuju apalagi dia menyumbang kecelakaan kendaraan lain, mereka jarang tunggal mereka selalu jadi penyebab kecelakaan lain. Kita mencegah itu ke depan,” katanya. (*)