Berita Berita APM

Toyota: Insentif Mobil Hybrid masih Diperlukan

BISNIS— Insentif untuk mobil jenis hybrid dinilai masih diperlukan sebagai upaya industri otomotif Indonesia bertransisi ke energi yang lebih bersih. Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, terdapat dua sudut pandang dalam pemberian insentif untuk mobil hybrid dari pemerintah— yakni sudut pandang net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon dan transisi energi.

Dalam sudut pandang nol emisi karbon, setiap penggunaan bahan bakar fosil tidak mendapatkan insentif. Ini yang membuat mobil hybrid tak masuk kriteria karena masih menggunakan bensin.  Padahal mobil bermesin hybrid sejatinya membuat penggunaan bahan bakar fosil menjadi lebih efisien hingga dua kali lipat bila dibandingkan dengan jenis konvensional atau internal combustion engine (ICE).

Sementara bila dalam sudut pandang transisi energi, setiap upaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil perlu mendapatkan insentif dengan tidak mengecualikan jenis hybrid. “Saya rasa hampir semua negara melalui transisi energi sebelum menuju NZE,” katanya, Selasa 9 Januari 2024.

Peraturan Presiden (Perpres) No.79/2023 telah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk untuk impor utuh (completely built up, CBU) dan juga completely knocked down (CKD) mobil listrik. Beberapa aturan turunannya juga telah diterbitkan, seperti Peraturan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.6 Tahun 2023, dan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 28/2023. Aturan-aturan tersebut tak dijelaskan maupun menyebutkan tentang pemberian insentif untuk mobil jenis hybrid.

Ketentuan pajak mobil hybrid diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. PP No. 74/2021 mengatur mobil full hybrid 3.000 cc dengan motor bakar cetus api dengan konsumsi BBM 23 kilometer per liter dikenakan tarif 6 persen, sedangkan konsumsi BBM 18,4 kilometer sampai 23 kilometer dikenakan tarif 7 persen. (*)