Berita

Aturan Ekspor Lebih Mudah, Industri Otomotif Raup Rp 190 Miliar

JAKARTA— Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim industri otomotif meraup untung hingga Rp 190 miliar berkat penyederhanaan ekspor yang disahkan pemerintah pada awal Februari 2019. Enggartiasto juga mengatakan pemerintah juga mendapatkan keuntungan dari pajak. Namun keuntungan yang didapat pemerintah dari pajak nantinya digunakan untuk keperluan masyarakat.

“Dihitung-hitung ada tambahan keuntungan Rp 190 miliar. Artinya di bukunya dapat tambah pajak. Tak di pajak, dapat di cukai. Tak dapat di cukai, dapat di pajak. Jadi itu yang menjadi keuntungan bangsa,” katanya di Dermaga Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta Utara, seperti dikutip Suara, Selasa 12 Februari 2019.

Di tempat yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengatakan dengan aturan ekspor tersebut eskportir juga bisa menghemat biaya operasional. Karena, eksportir tak perlu menyewa gudang untuk menimbun kendaraan dan bisa menempatkan kendaraannya langsung dari pabrik ke terminal Pelabuhan Tanjung Priok.

“Kita estimasi penurunan biaya itu bisa mencapai 19 persen penurunan biaya per tahun. Dengan demikian, perusahaan akan dapat manfaat dalam bentu biaya ongkos logistik turun,” katanya. “Menurut estimasi simplifikasi itu yang terbesar jumlah total cost efisiensi Rp 314,4 miliar per tahun. Lumayan jadi keuntungan naik, pajak saya nambah,” katanya.

Aturan baru ekspor tersebut tercantum dalamPeratutan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi yang berlaku sejak 11 Februari 2019. Dalam aturan itu perusahaan bisa memasukkan kendaraan ke pelabuhan tanpa harus mengajukan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kemudian, pemasukan kendaraan ke Kawasan Pabean juga tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Selan itu, pembetulan jumlah dan jenis barang Palmg lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan investasi dan memperluas pasar ekspor untuk industri otomotif nasional. “Oleh karena itu, diperlukan fasilitas insentif fiskal guna memacu produksi kendaran yang sesuai selera konsumen global. Misalnya, kami mendorong peningkatan ekspor sedan,” kata Airlangga di Jakarta 13 Februari 2019.

Menperin menyambut baik adanya rencana penerbitan beberapa regulasi untuk mendukung pengembangan sektor industri, seperti yang terkait dengan mobil listrik, vokasi, dan litbang. “Ini yang sedang kami tunggu, karena sudah ada beberapa investor yang akan masuk,” katanya.

“Investor itu misalnya di sektor industri otomotif, yang akan menanamkan modal senilai 800 juta dolar AS. Mereka sudah komitmen untuk membangun industri electric vehicle di Indonesia dengan target produksi di tahun 2022. Dan, ini dapat mendukung target kita di tahun 2025 nanti bahwa 20 persen adalah electric vehicle,” katanya.

Kemenperin juga sedang menunggu percepatan perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Australia. “Kalau CEPA dengan Australia itu terbuka, maka ada 1 juta pasar yang terbuka. Kami sudah bicara dengan principal, ekspornya akan dari Indonesia,” katanya.

Menperin meyakini, apabila upaya-upaya tersebut terealisasi, akan mendongkrak produksi mobil di Indonesia mencapai dua juta unit per tahun. “Jadi, dalam waktu dua hingga tiga tahun bisa dipercepat ekspornya. Dan, tentunya kita mengharapkan, industri-industri semacam ini terus kita dorong,” katanya.

Airlangga menegaskan, Kemenperin aktif mendorong terciptanya penambahan investasi baru maupun perluasan usaha, serta mengajak pelaku industri otomotif untuk mengadopsi teknologi terkini. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif. “Kami terus mendorong agar manufaktur-manufaktur otomotif di dalam negeri dapat merealisasikan pengembangan kendaraan rendah emisi atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang telah kami programkan melalui sebuah roadmap yang jelas,” katanya.

Di dalam peta jalan tersebut, juga terdapat tahapan dan target dalam upaya pengembangan kendaraan berbasis energi listrik di Indonesia. “Jadi, pada tahun 2025, sekitar 20 persen dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia adalah produk LCEV,” katanya. (*)