JAKARTA— Pemerintah bersiap-siap dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas PP Nomor 73 Tahun 2019. Peraturan ini berisi tentang pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil baru berdasarkan gas buangnya (emisi), bukan lagi berdasar jenis dan kapasitas mesin mobil. Tadinya, pemberlakuannya pada 16 Oktober 2021.
Namun ternyata pemerintah lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2021 masih memberlakukan PPnBM Ditanggung Pemerintah (DPT). Insentif PPnBM 100 persen ini akan berakhir pada Desember 2021. Jadinya, jadwal rencana pemberlakuan pajak karbon PP 73/2019 tersebut mudur pada 2022.
Itu artinya pada awal tahun 202 nanti harga beberapa jenis mobil akan berubah. Pertama, karena ada skema pajak baru. Kedua, karena berakhirnya insentif PPnBM 100 persen. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan industri otomotif sudah siap dengan penerapan pajak berbasis emisi.
“Sudah kita lakukan survei. Makanya muncul PP 73/2019. Diharapkan masih bisa tetap tumbuh. Kalau (survei) turun, tak akan dikeluarkan itu,” kata Kukuh, dalam diskusi daring Ngovi, seperi dikutip KOMPAS, Selasa 12 Oktober 2021.
Ia juga mengatakan, penerapan pajak karbon merupakan rencana pemerintah untuk menstimulus industri otomotif. “Kami dukung apa pun kebijakan pemerintah, karena cukup fair dengan peralihan dari skema pajak lama yang berdasar bentuk kendaraan dan ukuran engine, beralih berdasar emisi, tentunya ada plus minusnya,” kata Kukuh. “Jadi tiga poin yang diharapkan pemerintah adalah, pertama pendapatan pemerintah tetap naik, kedua emisi ditekan turun, ketiga industrinya tetap tumbuh,” katanya.
Menurut Kukuh, pelaku industri sudah mengetahui adanya regulasi baru tersebut dan telah menyusun strategi masing-masing. Jika produsen mobil ingin produknya mendapatkan pajak yang murah, maka mereka harus mebuat yang rendah emisi. (*)