Berita

Berikan Insentif Industri Mobil Listrik, Pemerintah India Berkomitmen Membeli 10 Ribu Unit

JAKARTA— Pemerintah India menyiapkan langkah sebagai insentif bagi industry mobil listrik di negaranya. Caranya, pemerintah menyatakan komitmen membeli 10 ribu mobil listrik dari produsen mobil asli India Tata Motors Ltd. Pengembangan mobil listrik di India mengarah pada upaya menggantikan kendaraan varian bensin dan diesel yang digunakan instansi pemerintah.

Mobil-mobil tersebut akan digunakan untuk mengganti mobil pemerintah selama tiga sampai empat tahun ke depan, menurut pernyataan pemerintah. Jumlah kendaraan yang saat ini digunakan instansi pemerintah adalah sekitar 500 ribu.

Tata Motors akan memasok mobil dalam dua fase mulai November. Nissan dan Mahindra & Mahindra India juga mengajukan penawaran untuk kontrak tersebut. India ingin mempromosikan penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon dan tuntutan energi.

Sekumpulan ahli di negara itu pada Mei 2017 menerbitkan peta jalan dalam 15 tahun untuk mengelektrifikasi semua kendaraan baru pada 2030 dan membatasi mobil bensin serta diesel.

Kendaraan listrik masih berharga mahal karena tingginya biaya baterai, dan para produsen otomotif mengatakan kurangnya stasiun pengisian bahan bakar mobil listrik bisa membuat rencana tersebut tidak berjalan lancar.

 

Mobil listrik di Indonesia

Pemerintah Indonesia juga telah mengantongi rencana tentang pengembangan pemberlakuan mobil listrik yang akan dimulai pada 2025. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah menargetkan pengadaan 20 persen mobil listrik pada tahun 2025. Dengan angka tersebut diperkirakan sekitar 400 ribu mobil listrik atau hybrid sudah beredar di Indonesia.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyambut positif program mobil listrik yang digulirkan oleh pemerintah. GAIKINDO ingin memastikan pemerintah juga mempersiapkan peraturan yang mendukung program tersebut. “Kami menanggapi dengan positif program mobil listrik,” kata Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi seperti dikutip Republika.

Yohannes sepakat bahwa tren global yang mengarah pada teknologi ramah lingkungan. Bahan bakar fosil yang semakin menipis ditambah lagi emisi karbon yang dihasilkannya, memaksa industri untuk beralih pada sumber energi yang terbarukan dan tidak merusak lingkungan.

“Kami menanggapi dengan positif karena tren dunia memang larinya kesana,” tegas Yohannes. Selain itu, Gaikindo juga berharap agar pemerintah menyiapkan peraturan yang mendukung program mobil listrik. Di dalam pembuatannya, mobil listrik juga diusulkan agar mengandung kommponen lokal. Sehingga industri dalam negeri terbangun.

Pada 24 Agustus 2017, pemerintah menggelar pertemuan beberapa pemangku kepentingan terkait dengan program mobil listrik. Meerka antara lain Kementrian ESDM, Kementrian Perindustrian, Kementrian Keuangan, BPPT, Kementrian Perdagangan, Kemenristekdikti serta beberapa perguruan tinggi dan pengusaha otomotif.

Melalui pertemuan tersebut, pemerintah berupaya mematangkan peraturan presiden (perpres) untuk pengembangan mobil listrik. Perpres tersebut nantinya akan mengatur insentif mobil listrik, uji kelaikan, registrasi kendaraan, penyediaan stasiun pengisian listrik umum (SPLU) dan lain sebagainya.

Untuk mendukung program mobil listrik, beberapa instansi pemerintah bersama univeristas riset juga melakukan penelitian dan pengembangan mobil listrik buatan dalam negeri. Diantaranya adalah penelitian mobil listrik yang dilakukan oleh tim dari Kementerian Ridset dan Pendidikan Tinggi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Indonesia (UI, Jakarta), Universiats Gadjah Mada (UGM, Yogyakarta), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS, Surabaya), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Sebelas Maret (UNS, Surakarta).

Namun Nangoi mengaku belum mengetahui program mobil listrik nasional. Ia meragukan program tersebut dapat berhasil. Pasalnya selama ini program mobil nasional (mobnas) selalu berhenti di tengah jalan. (*)