JAKARTA– Para pelaku industri di Tanah Air merasa perlu menyampaikan harapan-harapannya pada pemerintahan baru RI di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden -Ma’ruf Amin2019-2024 mendatang. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie D Sugiarto mengatakan, pemerintahan Joko Widodo agar mengevaluasi kebijakan-kebijakan di bidang industri otomotif. Sebab, menurutnya saat ini masih banyak kebijakan yang menghambat laju perkembangan industri otomotif.
Selain itu, industri yang menjadi andalan nasional ini juga perlu didukung oleh kebijakan yang mampu memajukan manufaktur otomotif di dalam negeri, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan ekspor. Ekspor kendaraan mobil secara utuh sepanjang Januari-April 2019 meningkat 16,2 persen dibandingkan tahun lalu, yakni menjadi 90.236 unit dari 77.637 unit. “Pekerjaan rumahnya masih banyak, misalnya regulasi soal mobil listrik dan mobil hibrid,” ujar Jongki, dikutip dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Sabtu 29 Juni 2019.
Jongki berharap regulasi tersebut dapat segera selesai dan diimplementasikan, sehingga industri otomotif nasional semakin maju dan berdaya saing. Dalam hal ini, peraturan presiden (Perpres) mengenai program percepatan pengembangan kendaraan listrik tengah dimatangkan. Guna mengakselerasinya, pemerintah menyiapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur agar para pelaku industri otomotif tertartik untuk investasi. Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif.
Dalam upaya meningkatkan ekspor, Jongki mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia perlu peka terhadap perkembangan pasar global yang terjadi, sehingga dapat memutuskan kebijakan yang mampu mendukung peningkatan ekspor produk otomotif. Berbagai upaya tersebut diyakini akan menciptakan industri otomotif yang berdaya saing di kawasan, bahkan secara global. Industri lain yang juga selalu menopang perekonomian adalah industri makanan dan minuman.
Senada dengan GAIKINDO, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) melalui Adhi S Lukman menyampaikan pemerintahan terpilih perlu mengevaluasi kebijakan yang menghambat dan berbiaya tinggi. “Hal ini agar pemerintah fokus dalam penguatan industri dan peningkatan daya saing untuk penetrasi pasar global,” kata Adhi.
Persoalan lain yang tak kalah penting yakni menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kepastian usaha, sehingga menumbuhkan kepercayaan kepada dunia usaha. Dunia usaha mengaku sudah memahami berbagai kebijakan yang sudah berjalan dengan baik dan yang belum diimplementasikan. Dalam hal ini, Kadin telah menyampaikan masukannya kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam berbagai hal, di antaranya soal ketenagakerjaan dan perpajakan.
Pada saat ini, pemerintah dan dunia usaha mencoba untuk menjabarkan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat. “Jadi, kita lihat regulasi, kebijakan yang kadang-karang sudah baik pun, tapi pelaksanaannya yang sulit. Kemudian, perizinan pusat dan daerah juga perlu disempurnakan. Yang penting pelaksanannya,” kata Shinta.
Sementara itu, dalam mengatasi defisit neraca perdagangan, Shinta menyampaikan bahwa Indonesia perlu melihat kondisi perekonomian global yang saat ini tengah mengalami penurunan. “Faktor eksternal ini memegang peranan penting. Ada penurunan ekspor, sementara kita masih tergantung dengan impor, memang sulit,” katanya.
Kendati demikian, Shinta menyepakati untuk melakukan peningkatan pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang dicanangkan Jokowi untuk mendorong daya saing Indonesia. “Pengembangan SDM memang itu sudah sesuai dan menjadi kunci utama. Karena tanpa adanya peningkatan produktivitas SDM, kita akan sulit bersaing,” katanya.
Terkait tim ekonomi Jokowi di era pemerintahan kedua, Kadin berharap, tim tersebut merupakan orang-orang profesional di bidangnya dan mengerti situasi lapangan. “Tapi, faktor utamanya adalah koordinasi dan implementasi,” kata Shinta.
Sektor industri manufaktur merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal tersebut tercermin dari kontribusi sektor industri manufaktur dari tahun ke tahun, yang menunjukkan bahwa sektor ini memberikan sumbangan terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) dibanding sektor lainnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, PDB sektor industri 2018 mencapai Rp 2.947,3 triliun atau berkontribusi 19,82 persen terhadap PDB nasional yang sebesar Rp 14.837 triliun. Manufaktur juga memberikan kontribusi ekonomi yang besar dalam transformasi struktur ekonomi bangsa dari sektor pertanian ke arah industri. Untuk itu, penting menjaga agar industri manufaktur di dalam negeri dapat tumbuh dengan baik dan lancar tanpa adanya kebijakan yang menghambat, di mana hal ini menjadi harapan bagi kalangan industri. (*)