JAKARTA— Rencana penurunan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil sedan kembali mengemuka. Kementerian Perindustrian menyampaikan usulan tersebut ke Kementerian Keuangan dalam rangka memicu pertumbuhan sektor otomotif menuju Revolusi Industri 4.0, terutama menyasar mobil sedan untuk ekspor.
Namun Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto, menilai, penurunan PPnBM mobil sedan bukanlah semata-mata untuk menggenjot ekspor. “Peningkatan ekspor itu target jangka menengah hingga panjang. Yang paling penting, produksi dalam negerinya dulu ditingkatkan. Yang jadi masalah kan, tidak ada yang mau produksi sedan karena mahal pajaknya, jadi enggak laku” kata Jongkie, seperti dikutip Kontan Ahad 7 Oktober 2018.
Pasalnya, selama ini Indonesia hanya menjadi basis produksi kendaraan multi guna alias MPV. Sementara, Yongkie menilai, pasar dunia masih dikuasai oleh mobil sedan. “Ibarat buka restoran, Indonesia cuma jual nasi goreng. Sementara, Thailand jualan nasi goreng, soto, macam-macam. Thailand produksi sedan, SUV, MPV, pick-up, hampir semua jenis ada,” kata Jongkie.
Oleh karena itu, GAIKINDO berharap harmonisasi perpajakan otomotif yang tengah diupayakan saat ini dapat terealisasi agar harga mobil sedang bisa lebih terjangkau. Lantas, volume produksi dalam negeri pun meningkat seiring dengan minat pembelian yang lebih bergairah, hingga ke pasar manca negara.
Jongkie juga mengatakan, sejatinya GAIKINDO telah melakukan kajian khusus bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia terkait harmonisasi pajak otomotif ini. “Sudah kami sampaikan ke Kemenperin Januari lalu hasil kajiannya,” kata Jongkie.
Ia mengatakan, ada empat pokok yang dibahas dalam kajian tersebut. Pertama, soal cukai emisi agar pajak diperhitungkan berdasarkan emisi karbondioksida-nya. Kedua, soal Low Carbon Emission Vehicle ( LCEV) dan kendaraan elektrik yang belum ada tarifnya saat ini. Ketiga, soal keberlanjutan insentif PPnBM nol persen bagi LCGC berkomponen lokal. Terakhir, usulan untuk tak lagi membedakan tarif pajak antar jenis mobil.
“Supaya dipertimbangkan tarif mengacu standar internasional saja, yaitu antara mobil berkapasitas penumpang di atas atau di bawah 10 orang,” katanya. (*)