BISNIS— Produksi mobil hibrida (hybrid electric vehicle, HEV) dan mobil listrik (battery electric vehicle, BEV) di Tanah Air perlu dukungan berbagai pihak agar bisa terus berkembang. Pasalnya, kompetisi antara Indonesia dengan negara tetangga untuk berperan menjadi produsen utama, tengah semakin ketat. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara menjelaskan jangan sampai Indonesia mandek hanya jadi basis produksi mobil berteknologi lama.
“Ujung-ujungnya supaya basis produksi itu bertahan di Indonesia. Industri di sini yang suplai ke negara lain. Jangan justru basis produksi jadi kabur ke negara tetangga. Karena pada akhirnya, ini berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di sini,” kata Kukuh, pada Minggu 24 Maret 2024.
Oleh sebab itu, dukungan pasar dalam negeri untuk mobil hibrida dan BEV harus kuat, kalau bisa ada insentif. Kemudian, kepastian regulasi harus terjaga, kemudahan ekspor ditingkatkan, menurunkan tarif logistik, hingga terus menindak dan menekan biang biaya-biaya siluman di kawasan industri. Kukuh menekankan bahwa Indonesia kompetisinya akan ketat dengan Thailand. Sementara Vietnam juga bisa dianggap kompetitor, tapi volume pasar domestiknya terbilang lebih kecil, sehingga.
Sebaliknya, Indonesia punya kelebihan dari sisi besarnya potensi pasar domestik. Akan sangat disayangkan apabila basis produksi pindah karena dirasa kurang kompetitif untuk ekspor.
“Perlu volume di domestik. Kalau harga masih tinggi, volume susah dicapai. Maka, kepastian dukungan pemerintah terhadap teknologi terbaru harus kuat. Minimal supaya spesifikasi untuk domestik dan ekspor tidak terlalu jauh perbedaannya, supaya cost produksi lebih efisien,” katanya.
Thailand saat ini produksinya hampir dua juta unit, dua kali lipat dari Indonesia, tapi yang dipasarkan dalam negeri sekitar 800 ribu unit, tak sampai satu juta. Sementara itu, penjualan domestik di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan bisa bertahan di kisaran saru juta unit.
“GAIKINDO ingin menjaga jangan sampai Indonesia cuma jadi pasar. Industri harus jalan, basis produksi di sini harus kuat, supaya kemampuan ekspor semakin kompetitif,” kata Kukuh.
Saat ini mobil hibrida menjadi yang paling mendesak untuk dijaga dukungan pasarnya. Volume penjualan pasar domestik yang melejit harus jadi bekal untuk meyakinkan investor bahwa masa depan produksi hibrida ada di Indonesia. Berdasarkan data GAIKINDO, penjualan whole sales tipe hibrida (HEV dan PHEV) melonjak ke 52.504 unit sepanjang 2023 ketimbang capaian periode sebelumnya sebanyak 10.344 unit.
Sebagai perbandingan, tipe BEV memiliki total penjualan wholesales pada 2022 yang mirip-mirip, yaitu 10.327 unit, kemudian naik mencapai 17.062 unit pada 2023 setelah didorong dengan berbagai insentif. “Kalau investor terima infonya mobil hibrida di Indonesia saja ternyata tidak diberikan perhatian seperti mobil elektrik, wah, bahaya. Mereka bisa berpikir, kalau begitu buat pasar ekspor hibrida dibikinnya di Vietnam dan Thailand saja. Habis lah kami,” katanya. (*)