Berita

GAIKINDO: Revisi PPnBM Berpeluang Dongkrak Penjualan Mobil

JAKARTA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyatakn menddukung langkah pemerintah untuk melakukan harmonisasi Pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Langkah tersebut diprediksi bisa membuat harga kendaraan lebih terjangkau sehingga penjualan akan meningkat. Ketua I GAIKINDO Jongkie D Sugiarto mengatakan, usulan tarif PPnBM yang disampaikan pemerintah memiliki konsep semakin irit bahan bakarnya, makin rendah emisi, pajaknya kecil.

“Dengan pajak rendah, harga mobil makin terjangkau. Dengan sendirinya, masyarakat makin banyak membeli,” kata Jongkie seperti dikutip Bisnis, Kamis 14 Maret 2019.

Pemerintah mengatakan telah melakukan konsultasi dengan DPR untuk melakukan relaksasi PPnBM. Ada empat poin utama dari usulan pemerintah yakni pengaturan PPnBM berdasarkan konsumsi bahan bakar dan emisi gas karbon dioksida (Co2)— makin rendah emisi, kian rendah pajak. Selanjutnya, pengelompokan mobil bermesin 3.000 cc dan di atas 3.000 cc; tak membedakan sedan dan non sedan; dan insentif untuk KHB2 (LCGC), hybrid, flexy engine hingga kendaraan listrik.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan skema baru PPnBM untuk mobil di dalam rapat konsultasi bersama Komisi Keuangan DPR. Dalam paaparannya, Sri Mulyani menerangkan bahwa skema baru PPnBM tersebut bakal menaikkan penerimaan negara. “Simulasi skema baru menggunakan data penjualan 2016 – 2017 menunjukkan penerimaan PPnBm lebih tinggi,” kata Sri Mulyani seperti dikutip Tempo.

Di samping itu, skema baru itu juga mendorong produksi kendaraan tipe sedan lantaran tarif PPnBM untuk tipe kendaraan itu lebih rendah. Bila diproyeksi untuk beberapa tahun ke depan, Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak dengan skema baru bisa mencapai Rp 26,2 triliun pada 2021 dengan asumsi penjualan mobil 1,19 juta unit. Selanjutnya pada 2022, penerimaan PPnBm mobil bisa mencapai Rp 27,8 triliun dengan asumsi penjualan 1,22 juta unit.

Meski bisa menaikkan penerimaan negara, Sri Mulyani berkata perubahan skema PPnBM bukan soal itu. Ia berujar instrumen fiskal tersebut disiapkan untuk bisa mendorong industrialisasi di bidang otomotif sehingga bisa mendorong ekspor. “Logika awalnya bukan untuk mendapat penerimaan negara, tapi instrumen perpajakan dipakai untuk industrialisasi, kalau bisa sampai ekspor.”

Perubahan skema PPnBM itu meliputi dasar pengenaan, pengelompokan kapasitas mesin, pengelompokan tipe kendaraan, prinsip pengenaan, hingga program insentif. Saat ini pengenaan pajak penjualan barang mewah itu dikenakan berdasarkan kapasitas mesin. Pada skema anyar, pengenaan pajak didasari oleh konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida.

Berdasar aturan yang ada sekarang, pengelompokan mesin terkait PPnBM saat ini terbagi beberapa kelompok, yaitu mesin diesel dengan ukuran kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, serta ukuran di atas 2.500 cc. Serta, mesin berbahan bakar gasoline dengan kapasitas kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, 2.500-3.000 cc, serta lebih dari 3.000 cc. “Usulannya menjadi dua kelompok, yaitu di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc,” kata Sri Mulyani.

Perubahan juga diusulkan pada tipe kendaraan dari sebelumnya dibedakan antara sedan dan non sedan, tak membedakan tipe mobil lagi. Berikutnya, prinsip pengenaan PPnBM juga bakal diubah. Sebelumnya, makin besar kapasitas mesin maka tarif pajaknya juga besar. Nantinya, prinsip pengenaannya adalah semakin rendah emisi, maka semakin rendah tarif pajak.

Terakhir usulan itu juga melingkupi insentif. Saat ini, insentif hanya diberikan kepada mobil berjenis Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Dengan perubahan itu, insentif juga bakal diberikan untuk kendaraan roda empat dengan jenis hybrid electric vehicle, plug-in HEV, flexy engine, dan mobil listrik. (*)