JAKARTA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mengusulkan kepada pemerintah agar stasiun pengisian listrik umum (SPLU) bagi mobil listrik nantinya dilepas pengelolaannya untuk swasta. Tujuannya agar pemerintah tak terbebani secara finansial untuk menyediakan infrastruktur pengisian listrik (charger) bagi mobil listrik.
Ketua I GAIKINDO Jongkie D Sugiarto mengatakan, pihak swasta seperti pengembang hotel, mal, hingga jasa parkir dapat mengembangkan bisnis pengisian listrik. Pemerintah dalam hal ini dapat membuat regulasi yang mewajibkan mereka menyediakan charger. Dia mencontohkan, pemerintah dapat mewajibkan pemilik lahan parkir seluas minimal 1.000 meter persegi sebagai menyediakan SPLU. “Buat mereka nantinya juga bisa buat promosi, karena ada pengisian listrik,” kata Jongkie seperti dikutip Katadata di Jakarta, Kamis 24 Januari 2019.
Jongkie meyakini cara ini akan efektif untuk menyediakan infrastruktur pendukung kendaraan listrik. Apalagi menurut perhitungannya, investasi yang diperlukan hanya Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per unit charger. “Pemerintah mungkin menyediakan insentif seperti pembebasan bea masuk (komponen),” katanya.
Mengenai progres pengembangan kendaraan bermotor listrik, Jongkie mengaku sedang menunggu beberapa hal. Itu antara lain peraturan presiden (Perpres), infrastruktur, hingga tarif pajaknya. Soal pajak ini penting lantaran pemegang merek menunggu besarannya untuk mengukur berapa harga jual kendaraan yang wajar. “Kalau bisa (tarif pajaknya) seperti di Malaysia sehingga orang mau membeli mobil listrik karena lebih murah,” katanya.
Salah satu insentif fiskal yang akan diberikan melalui Perpres Kendaraan Bermotor Listrik adalah penghapusan bea masuk atau pemberlakuan tarif nol persen bagi impor kendaraan listrik. Insentif lainnya adalah dengan penurunan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor listrik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, PPnBM bagi kendaraan listrik sekitar 50 persen lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan biasa. Hal ini akan membuat harga mobil listrik lebih murah dibanding mobil berbahan bakar minyak (BBM).
Alhasil, dengan harga jual mobil listrik yang terjangkau, masyarakat mampu membeli mobil listrik. Selama ini, salah satu kendala yang dialami mobil listrik adalah harganya yang dianggap 30 persen lebih mahal dibanding mobil konvensional. “Jadi pada dasarnya beberapa kategori dari mobil listrik akan diberikan suatu insentif dalam bentuk perbedaan pajak, PPnBM-nya,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah menargetkan produksi mobil listrik pada 2025 dapat mencapai 20 persen dari produksi mobil nasional atau sekitar 400 ribu unit. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan otomotif global yang menyatakan ingin berinvestasi di produksi kendaraan listrik, antara lain Hyundai (Korea Selatan) dan Volkswagen (VW) dari Jerman. (*)