TOKYO– Kerja sama industri dan investasi baja antara Indonesia dan Jepang terus diperkuat. Upaya itu salah satunya dilakukan dengan Forum Indonesia-Japan Steel Dialog (IJSD) ke-6 tahun 2016 di Tokyo, Jepang. IJSD merupakan Forum Konsultasi industri baja antara IISIA (Asosiasi Industri Baja Indonesia) yang didampingi Kementerian Perindustrian dan JISF (Asosiasi Industri Baja Jepang) yang didampingi METI (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang). “Kita terus dorong industri baja untuk memperlebar produksi dan investasi sehingga menopang industri lain seperti otomotif, permesinan dan elektronika, selain baja untuk konstruksi,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Minggu 1 Mei 2016 menanggapi pelaksanaan forum tersebut.
Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali tegas mendesak Jepang dan negara lain untuk lebih aktif memperkuat struktur industri di Tanah Air. Pada sektor otomotif misalnya, jika sebelumnya lebih marak perakitan, kini beberapa pabrikan mulai membangun pabrik mesin dan komponen. Begitu juga dengan elektronika dan produksi mesin. “Produk akhir sudah dibeli masyarakat kita, sudah semestinya proses produksi juga memberi benefit ke dalam negeri. Forum dialog khusus baja seperti itu juga demi mempercepat pendalaman industri, menegaskan posisi serta visi industri kita,” kata Saleh.
Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan, pembentukan Forum IJSD pada tahun 2011 dilatarbelakangi adanya kerjasama ekonomi Indonesia dan Jepang dalam kerangka “Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA)” yang ditandatangani pada Tahun 2008. “Pembentukan forum ini juga didorong oleh pentingnya rantai pasok industri di kedua negara yang dapat dilihat dari banyaknya investasi Jepang di Indonesia khususnya yg berbahan baku baja,” Putu yang turut hadir pada pertemuan yang digelar minggu lalu, tepatnya Rabu 27 April 2016.
Pertemuan berlangsung tahunan antara Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perindustrian dan pihak Pemerintah Jepang yakni Ministry of Economic, Trade, and Industry (METI). Steel Dialogue pertama dilaksanakan pada 2011 di Jakarta, tahun berikutnya di Tokyo, Bali, Osaka, dan kembali digelar di Jakarta pada 2015. Putu merinci, beberapa investasi Jepang di Indonesia yang terjadi setelah ada forum ini antara lain PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS) dan PT JFE Steel Galvanizing yang memproduksi CRC dan BjLS untuk mendukung bahan baku industri otomotif, permesinan dan elektronika.
“Investasi masing-masing sebesar USD 400 juta (Kapasitas 400 ribu ton/tahun) dan USD 325 juta (kapasitas 300 ribu ton/tahun). Di samping itu juga ada PT Krakatau Osaka Steel (KOS) dgn investasi USD 200 juta yang memproduksi steel bar dan baja profil untuk mendukung industri konstruksi dan pembangunan infrastruktur,” katanya.
Dari pihak Indonesia, delegasi di forum itu dipimpin oleh Direktur Industri Logam, Ditjen ILMATE Kemenperin Budi Irmawan. Sedangkan dari pihak Jepang, delegasi dipimpin oleh Direktur Industri Besi dan Baja (METI) Takanari Yamashita.
Dari pelaksanaan Steel Dialogue ke-6 ini disepakati bahwa akan dilaksanakan kembali Steel Dialogue yang ke-7 di Indonesia. Selain itu juga, sebelum pelaksanaan Steel Dialogue ke-7 tersebut akan dilakukan pertemuan untuk membahas isu-isu perdagangan dan industri antara Indonesia dan Jepang. Di samping itu, kedua belah pihak yaitu Indonesia dan Jepang berpandangan bahwa dengan adanya Steel Dialogue ini hingga pelaksanaan yang ke-6 menunjukkan hubungan kedua Negara semakin baik dan harmonis. Sehingga, permasalahan yang mungkin timbul akibat perdagangan dan industri antar kedua Negara dapat diselesaikan dengan baik, cepat dan tepat tanpa menimbulkan efek yang luas.
Pada kesempatan terpisah, Dirjen ILMATE I Gusti Putu Suryawirawan dan Atase Perindustrian di Tokyo Doddy Rahadi menggelar pertemuan dengan Keisuke Tanaka, salah satu pimpinan Ishikawajima Heavy Industry Jepang yang kini dikenal dengan nama IHI Corp. IHI Corp memulai usahanya pada thn 1853 di bidang industri galangan kapal. Saat ini 30 persen usahanya di bidang industri mesin jet dan komponen pesawat terbang, 30 persen berikutnya di bidang industri peralatan pembangkit listrik termasuk nuklir dan sisanya berupa produk2 presisi seperti turbo charger untuk otomotif, mesin industri, advanced materials dan jasa engineering.
Di Indonesia, sayap bisnis IHI Corp melebar melalui anak usahanya, PT Cilegon Fabricators yang menempati areal seluas 25 hektare di Cilegon dan memproduksi boilers, struktur baja, container cranes, pressure vessels dan peralatan pabrik lainnya. Total investasi IHI Corp di Indonesia sudah lebih dari USD 10 miliar. “Mencermati bidang industri IHI dan upaya kita memacu industri MRO (Maintenance, Repair and Overhaul), kita mengundang mereka untuk menambah investasi serta melakukan investasi industri MRO di Indonesia khususnya di Pulau Bintan di mana sedang dibangun kawasan industri khusus untuk MRO,” kata Putu.
Dia menerangkan lebih lanjut, saat ini IHI corp telah melakukan perawatan pesawat milik Garuda Indonesia di Jepang. Tawaran investasi itu juga terkait pembangunan infrastruktur kelistrikan 35 ribu MW. Jika Indonesia bisa menarik investasi IHI di bidang MRO di Indonesia, hal itu akan turut menggairahkan industri perawatan dalam negeri. Juga memancing investor lain masuk ke bisnis yang sama atau industri lainnya.
Menurut Atase Perindustrian di Tokyo, realisasi investasi Jepang di Indonesia pada 2015 meningkat 6 persen dibanding 2014. Tercatat pada 2015 sebesar USD 2,87 miliar dan menyerap 115.400 tenaga kerja. “Utamanya investasi didominasi sektor manufaktur khususnya otomotif, elektronika, kimia dan farmasi. Komitmen investasi Jepang pada 2015 mencapai USD 8,1 miliar atau meningkat 95 persen dari tahun sebelumnya,” kata Doddy. (*)