JAKARTA— PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengapresiasi insentif fiskal jilid II yang dikeluarkan oleh pemerintah di tengah maraknya wabah virus corona. Insentif ini berupa pengurangan pajak penghasilan impor ( PPh 22) sebesar 30 persen, pajak penghasilan (PPh 21), dan pajak perusahaan (PPh 25) di sektor industri tertentu selama enam bulan. Insentif ini dipercaya mampu meringankan beban industri manufaktur, termasuk otomotif di tengah pandemi.
Namun untuk mendapatkan hasil optimal, ada beberapa sektor yang patut diberikan insentif tambahan, untuk merangsang pasar di tengah masyarakat. Antara lain, seperti diskon pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), penangguhan pajak progresif, hingga bantuan langsung ke pemasok (supplier) komponen lokal Indonesia.
“Sektor hilir perlu diperhatikan karena permintaan akan mengalami lonjakkan seiring dengan pulihnya daya beli masyarakat. Ini bisa ditingkatkan dengan tidak melaksanakan pajak progresif untuk satu atau dua tahun ke depan,” kata Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal TMMIN Bob Azam dalam diskusi virtual terbatas, Jumat 26 Juni 2020 seperti dikutip Kompas.
Kemudian, pada pajak kendaraan bermotor khususnya BBN-KB, disarankan berada di level yang lebih ringan dari sebelumnya, yaitu 10-12,5 persen. “Tentu ini akan terjadi kontradiksi dengan pendapatan Pemerintah Daerah yang tengah mengalami penurunan signifikan, sebab pemasukkan terbesar mereka dari pajak kendaraan,” kata Bob. “Tapi sebagai gantinya, demand akan tumbuh, penjualan terjadi, sehingga pendapatan pajak tidak akan berkurang. Lebih jauh, roda perekonomian bisa berputar kembali,” lanjutnya.
Sementara, untuk bantuan langsung pada industri yang bersangkutan, khususnya industri komponen tier 2, alurnya dibuat lebih sederhana dan efektif. Sehingga, mereka bisa dengan cepat kembali beroperasi dengan optimal. “Isu yang dominan dari mereka ialah masalah cash flow, ini harus diatasi. Kalau dibiarkan, kekhawatirannya akan terjadi supply shock. Demand-nya ada recovery, tapi supply-nya terhambat,” kata Bob.
Terakhir ialah terkait kelonggaran PPh 22 sebesar 30 persen untuk industri. Menurut Bob, kebijakan ini kurang tepat sasaran karena perhitungan pajak yang dibayarkan berdasarkan performa tahun lalu. “Padahal tahun ini sudah pasti industri mengalami kerugian. Jadi ke depannya restitusi, dan biasanya restitusi itu menunggu anggaran. Jadi, baru di 2022 kita restitusi, ini yang membuat berat,” kata dia.
“Oleh karena itu, kita minta kepada Ditjen Pajak bahwa potongan 30 persen itu bisa diperbesar lagi. Ini sangat penting untuk cash flow industri, terutama IKM (Industri Kecil Menengah),” tambahnya.
industri otomotif merupakan salah satu sektor usaha yang terkena imbas dari pandemi Covid-19. Ekses yang dirasakan mulai dari hambatan proses produksi hingga anjloknya penjualan. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan dari pabrik ke diler atau wholesales pada pada Mei 2020 hanya sebanyak 3.551 unit, turun 54 persen dari bulan sebelumnya yaitu 7.868 unit dan anjlok 95 persen secara tahunan. (*)