Berita Economy & Industry

Industri Otomotif Topang Kenaikan Pembiayaan Multifinance

JAKARTA— Tren positif penjualan di industri otomotif ikut mendongkrak piutang multifinance tumbuh 2,91 persen year on year (yoy) menjadi Rp 374,31 triliun per Maret 2022. Namun, nilai piutang masih jauh dari pencapaian sebelum pandemi Covid-19 karena derasnya pelunasan oleh debitur. Statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggambarkan, piutang pembiayaan multifinance pada Maret 2020 mencapai Rp 452,47 triliun, kemudian turun signifikan 19,61 persen menjadi Rp 363,70 triliun pada Maret 2021. Dengan demikian, nilai piutang pembiayaan multifinance per Maret 2022 masih lebih rendah 17,27 persen dibanding Maret 2020 atau pra pandemi Covid-19.

Penyusutan akibat pandami itu tidak terlepas dari melemahnya lini pembiayaan barang konsumsi yang diantaranya adalah kendaraan bermotor. Pembiayaan lini tersebut susut hingga 18,81 persen pada Maret 2021, namun telah naik 3,61 persen menjadi Rp 266,25 triliun pada Maret 2022. Kini semua jenis pembiayaan kendaraan sudah mulai naik kecuali mobil bekas yang turun 4,08 persen (yoy) menjadi Rp 53,68 triliun per Maret 2022. Jika dirinci, pembiayaan motor baru naik hingga 3,37 persen menjadi Rp 65,57 triliun, motor bekas naik 10,14 persen menjadi Rp 18,50 triliun, dan mobil baru tumbuh 5,18 persen menjadi Rp 114,83 triliun.

Capaian itu seiring dengan penjualan whole sales kendaraan roda empat atau lebih yang dicatatkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).

Penjualan kendaraan roda empat atau lebih pada kuartal pertama 2022 mencapai 263.810 unit, naik 41,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah itu disebut telah melampaui penjualan pra pandemi atau situasi normal. Sementara, berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), pada Maret 2022, angka penjualan sepeda motor baru sanggup terdistribusi hingga 450.565 unit. Pencapaian Maret tersebut menjadi yang terbesar sepanjang awal tahun ini.

“Sejak 2021 sudah terjadi peningkatan pembiayaan, mulai dari stimulus PPnBM. Bahkan meskipun pada 2021 perusahaan pembiayaan masih minus 1,5 persen, sekarang sudah tumbuh positif. Apalagi dengan mobilisasi yang mulai meningkat dan PPKM level 1, ini akan membuat banyak orang juga mau beli mobil dan pembiayaan akan terus meningkat,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, di Jakarta, Jumat 3 Juni 20022 seperti dikutip BERITA SATU.

Dia mengungkapkan, tantangan industri otomotif saat ini sekaligus bagi multifinance adalah terbatasnya unit kendaraan yang tersedia karena permasalahan semikonduktor. Pihaknya percaya sejumlah pendekatan telah dilakukan industri terkait, sehingga ketersediaan unit kendaraan akan segera terpenuhi sesuai permintaan pasar. Suwandi juga menyatakan, nilai piutang pembiayaan multifinance belum bisa kembali ke situasi normal atau pra pandemi Covid-19 meskipun multifinance sudah gencar menyalurkan pembiayaan baru (booking).

Faktor utamanya adalah nilai piutang yang lunas lebih banyak dibandingkan booking yang dicatatkan multifinance. Belum lagi, tidak sedikit dari masyarakat yang memilih membeli kendaraan atau barang lainnya secara tunai atau langsung lunas. “Pelunasan yang terjadi cukup deras, sedangkan booking belum lama gencar terjadi, ini belum seimbang. Sekarang gap penurunan pembiayaan multiguna makin sedikit. Ini belum stabil karena juga dipengaruhi masalah semikonduktor,” katanya.

Tingkat pelunasan itu tercermin dari financing to asset ratio (FAR) yang sempat menyusut dalam satu tahun awal pandemi Covid-19. FAR yang juga mengukur likuiditas atau kemampuan multifinance dalam memenuhi permintaan pembiayaan terhadap total aset yang dimiliki kini mulai meningkat dalam setahun belakangan. Data OJK memaparkan, FAR multifinance pada Maret 2020 tercatat di level 83,29 persen. Cenderung terus menurun setidaknya sampai titik terendah yakni 80,99 persen per Februari 2021. Selanjutnya bergerak naik hingga mencapai 84,39 persen per Maret 2022.

Ketika pandemi, sejumlah perusahaan pun tetap menyalurkan pembiayaan meski lebih hati-hati. Alhasil tingkat pembiayaan bermasalah (non performing financing, NPF) turut menunjukkan perbaikan. Puncaknya NPF pernah mencapai 5,60% pada Juli 2020. Tapi kemudian cenderung terus membaik hingga level 2,78 persen per Maret 2022 atau untuk pertama kalinya NPF mampu dibawah tiga persen sepanjang pandemi Covid-19 berlangsung.

Memandang kinerja hingga Maret 2022, Suwandi masih mengacu proyeksi APPI bahwa pertumbuhan pembiayaan multifinance tahun ini paling tinggi sebesar 12 persen, seperti prediksi OJK. Pertumbuhan moderat sebesar tujuh sampai Sembilan persen dan pembiayaan tumbuh lima sampai enam persen untuk skenario terburuk. (*)