JAKARTA— Industri otomotif jadi salah satu sektor tombak yang punya kontribusi besar pada perekonomian nasional. Tercatat, sampai saat ini setidaknya ada 22 perusahaan industri mobil di Tanah Air. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pernah mengatakan jika sektor industri otomotif menyumbangkan nilai investasi sampai Rp 99,16 triliun per tahun. Tak heran dia percaya diri dia mengatakan industri ini jadi sektor andalan ekonomi nasional.
“Sektor ini telah menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp 99,16 triliun dengan total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta pertahun. Dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38,39 ribu orang,” kata Agus Gumiwang, dikutip dari laman resmi Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Sepanjang 2021, ada beberapa regulasi yang semakin memantapkan industri otomotif. Kita tahu, 2 tahun belakangan pandemi COVID-19 menghantam keras industri ini. Terkhusus untuk mobil, penjualannya pada 2020 secara retail sales sebanyak 278.372 unit atau anjlok 44,70 persen dibanding tahun sebelumnya di angka 1.045.717 unit. Kendati demikian perolehannya masih melebihi proyeksi setelah dua kali revisi, target akhirnya dipatok hanya 535 ribu unit saja.
Kemudian masuk 2021, penjualan mobil di Indonesia berangsur membaik, dari data yang dirilis oleh Asean Automotive Federation (AAF), pasar domestik Indonesia berhasil mencatatkan 703.089 unit pada periode penjualan Januari sampai Oktober 2021. Hasil itu bahkan mengungguli penjualan di Thailand yang hanya 596.393 unit.
Tarif PPnBM Ditanggung Pemerintah
Penjualan mobil yang kembali tumbuh didasari beberapa regulasi yang diteken pemerintah. Pada Maret 2021 lalu, pemerintah mengundangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Atas Barang Mewah Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
Aturan ini mengeluarkan regulasi pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) buat mobil dengan kapasitas silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc. Adapun insentif fiskal yang diberikan berupa diskon PPnBM. Pada awalnya insentif dilakukan secara bertahap, yakni periode pertama Maret sampai Mei 2021 mendapat diskon PPnBM 100 persen. Kemudian periode kedua Juni hingga Agustus memberlakukan diskon PPnBM 50 persen dan September sampai Desember 2021 adalah diskon PPnBM 25 persen.
Namun pada September 2021, pemerintah melakukan revisi dengan memperpanjang PPnBM 100 persen sampai akhir penghujung tahun. Tujuannya adalah untuk terus menstimulasi penjualan mobil di masa pandemi. Aturan barunya tertuang dalam PMK 120/PMK 010/2021, besaran insentif diskon PPnBM Kendaraan Bermotor yang semula diberikan dari Maret hingga Agustus 2021 diperpanjang menjadi hingga Desember 2021. Insentif yang diperpanjang meliputi, PPnBM DTP 100 persen untuk segmen kendaraan bermotor penumpang dengan kapasitas mesin sampai dengan 1.500 cc, PPnBM DTP 50 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4×2 dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc sampai 2.500 cc, serta PPnBM DTP 25 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4×4 dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc sampai 2.500 cc.
Saat itu kelebihan PPnBM dan/ atau PPN atas pembelian kendaraan bermotor pada bulan September 2021 akan dikembalikan atau refund oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan. Hasilnya, berdasarkan pemaparan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) di saat pembukaan pameran mobil GIIAS 2021menginformasikan berkat PPnBM Ditanggung Pemerintah penjualan pada periode Januari hingga Oktober 2021 naik pesat hingga 68 persen.
“Melalui kebijakan PPnBM DTP pencapaian industri otomotif menorehkan hasil yang cukup baik. Kendaraan-kendaraan yang mendapatkan relaksasi ini ada 36 model jenis kendaraan diproduksi di Indonesia dengan lokal purchases lebih dari 60 persen. Pada periode januari hingga Oktober 2021 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2020 terdapat kenaikan penjualan domestik hingga 68 persen,” katanya.
Alokasi dana yang dikucurkan pemerintah untuk pembebasan PPnBM menyentuh Rp2,99 triliun. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto per November 2021 sudah terealisasi sebesar Rp1,73 triliun. “Jadi, kalau di sektor otomotif tahun kemarin (penjualan) 530 ribu unit, tahun ini diharapkan 850 ribu unit. Pemerintah juga chip in (menyumbang) berkontribusi hardcase pada sektor ini yang dianggarkan pada PPnBM sebesar Rp2,99 triliun dan realisasinya sudah Rp 1,73 triliun,” kata Airlangga.
Pajak Emisi
Selain mengundangkan regulasi soal bebas PPnBM, pemerintah juga memberlakukan tarif Pajak PPnBM berdasarkan emisi atau yang biasa kita kenal sebagai carbon tax. Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2019kendaraan kena PPnBM sudah berlaku pada 16 Oktober 2021 lalu. Aturan itu mengubah regulasi lama yakni PP Nomor 41 Tahun 2021 dan PP Nomor 22 Tahun 2021 yang mengatur soal PPnBM pada kendaraan bermotor mengacu pada roda penggerak, mesin, dan bentuk bodi.
Lewat aturan ini harapannya tarif PPnBM bisa lebih merata dan adil lantaran tidak lagi melihat bentuk bodi. Sehingga, mobil jenis sedan yang kurang laku di pasaran bisa bersaing di pasar. Tapi ada hal yang harus ditebus, segmen mobil Low Cost Green alias LCGC akan dikenakan kenaikan karena aturan tak lagi mendapatkan keistimewaan PPnBM nol persen atau menjadi tiga persen. Insentif bebas PPnBM hanya difokuskan untuk mobil listrik murni dan FCEV.
Sebagai contoh kasus untuk mobil bermesin di bawah 3.000 cc akan dikenakan tarif PPnBM, sebesar 15 persen. Namun ketika di test tingkat efisiensinya di atas 15,5 kilometer per liter atau hitungan emisi CO2-nya di atas 150 gram per km, biaya tarifnya akan lebih mahal. Ada juga akan dikenakan PPnBM sebesar 25 persen atau 40 persen jika emisi CO2 di 200-250 gram per liter atau lebih dari 250 gram per liter.
Ini juga berlaku untuk kendaraan bermesin 3.000 sampai 4.000 cc, sampaI mobil diesel di bawah 3.000 cc. Namun perlu dicatat, untuk mobil yang mendapatkan relaksasi PPnBM 100 persen termasuk LCGC dikecualikan sampai penghujung 2021. Di luar itu, salah satunya mobil sedan sudah menerapkan aturan ini.
PPnBM Mobil Listrik
PP 74 juga mengatur soal pengenaan pajak baru turunan PPnBM di kendaraan bermotor ramah emisi yang terbagi sebagai kendaraan listrik murni, fuel cell electric vehicle (FCEV), hingga plug-in-hybrid (PHEV). Besaran yang dikenakan bervariasi, misalnya mobil listrik murni dan FCEV dikenakan tarif PPnBM 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak atau DPP sebesar nol persen dari harga on the road (OTR). Bisa dibilang harga jualnya nanti akan lebih terjangkau.
Aturan ini juga berlaku untuk mobil listrik yang lain, seperti yang sudah dijelaskan di atas bakal menyasar mobil listrik PHEV dan Hybrid namun akan ada penghitungan berdasarkan efisiensi bahan bakar dan kadar emisi CO2-nya. (Sumber:OTO.COM)