JAKARTA— Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut new normal memberi harapan bagi ekonomi Indonesia. Grafik indikator dini pada pertengahan Juni 2020 dalam kegiatan ekonomi naik pada beberapa sektor.
“Seluruh sektor, seperti otomotif, pertambangan, dan lain sebagainya turun semuanya, terutama sejak pandemi saat akhir Maret dan awal April. Lalu antara Mei dan Juni ada naik ke atas, ada mulai aktivitas ekonomi bergerak. Dengan mulai new normal, mulai naik,” kata Airlangga dalam Webinar Nasional ‘Strategi Pemulihan Ekonomi dalam Era Tatanan Baru Pascapandemi COVID-19: Perspektif Ekonomi dan Sosial’ yang digelar Kemenko Perekonomian dan Universitas Padjajaran (Bandung), beberapa saat lalu, serti dikutip Detik.
Kata Airlangga, dengan new normal, kegiatan masyarakat sudah bergerak ke arah positif, dan ekonomi mendapatkan momentum positif. Ia menjelaskan sektor yang tak terpengaruh dan justru meningkat saat pandemi, di antaranya industri rokok dan tembakau, makanan pokok, batubara, farmasi dan alat kesehatan, serta minyak nabati atau hewani. Adapun sektor pariwisata, konstruksi, dan perhubungan merupakan tiga sektor yang paling terdampak pandemi, lalu diikuti sektor keuangan, pertambangan, otomotif, hingga usaha kecil menengah dan mikro (UMKM).
“Kinerja pasar uang dan saham juga cenderung membaik. Setelah menghadapi tekanan pelemahan akibat capital reversal, nilai tukar rupiah dan IHSG kembali menguat. Lalu masuknya aliran modal asing kembali berlanjut seiring meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta tetap tingginya daya tarik aset keuangan domestik,” katanya.
Kebijakan pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi, di antaranya program pemulihan ekonomi nasional (PEN), exit strategy atau pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan normal baru, dan reset transformasi ekonomi untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi.
“Pemerintah juga menyiapkan Rp 695,20 triliun untuk penanganan pandemi di Indonesia. Rinciannya, Rp 87, 55 triliun untuk kesehatan, Rp 203,90 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 120,61 triliun untuk insentif usaha, Rp 123,46 triliun untuk UMKM, Rp 53,57 triliun untuk pembiayaan korporasi, dan Rp 106,11 triliun untuk sektoral,” katanya.
Sementara itu, Rektor Unpad Rina Indiastuti yang juga menjadi narasumber menjelaskan di tengah situasi ketidakpastian global ini memang membutuhkan strategi yang tidak biasa dan ini juga yang membuat pemerintah hati-hati dalam mengambil kebijakan. “Kita lihat sekarang pencabutan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berakhir, tapi dengan menyisakan kasus positif terjangkit wabah masih ada. Masyarakat lebih memilih, walaupun sudah dibuka, sebagian mementingkan preferensi sehat dibandingkan dulu,” katanya.
“Yang ditawarkan dari strategi ekonomi terbaik adalah menyeimbangkan antara hidup sehat (live) dan penghidupan (livelihood). Sebab kalau juga hanya memikirkan kesehatan, penghidupan tidak akan bergerak,” katanya,
Rina menjelaskan ada risiko kalau masyarakat bergerak tidak terpadu, maka gelontoran dana yang cukup besar dari pemerintah tidak akan menggairahkan masyarakat. Untuk itu, kata dia, perlu memanfaatkan new normal, melanjutkan kegiatan ekonomi, menyeimbangkan sehat dalam hidup dan penghidupan.
“Angka pengangguran 10 juta jangan dijadikan suatu hal mudah, yang bisa kita ingin highlight itu stimulus pemerintah itu, penyediaan lapangan kerja. Sebab agar konsumsi masyarakat naik, hanya bisa kalau ada pekerjaan, sektor usaha memiliki pertumbuhan omzet, makanya sektor riil sangat penting,” katanya.
“Lalu dalam transmisi ini, agar kita semua bisa melanjutkan kehidupan kita dan berdampak ke pemulihan. Untuk berbagai stimulus, transmisinya sampai ke masyarakat, itu yang menjadi tantangan kita. Nah transmisi adalah bagaimana memunculkan kegairahan masyarakat, tetap dan melanjutkan kegiatannya saat ini,” katanya. (*)