Berita Economy & Industry

Pasar Mobil di Indonesia makin Ramai, Persaingan kian Ketat

KONTAN Dalam catatan perjalanan industri otomotif Indonesia, sejumlah produsen mobil ada yang berhenti beroperasi. Yang terbaru adalah Astra Peugeot, yang menghentikan aktivitas penjualannya di Indonesia, sebagai dampak dari keputusan prinsipal mereka mengubah strategi dalam mengembangkan pasar di Asia Tenggara.

Pada tahun 2016, merek mobil asal China PT Geely Mobil Indonesia (GMI) juga menutup penjualannya lantaran penjualannya yang terus terpuruk. Pada 2016, Ford Motor memutuskan keluar dari pasar Indonesia karena kesulitan menangani persaingan sengit industri otomotif di Tanah.

Pada Januari 2020, PT Nissan Motor Indonesia (NMI) sebagai agen pemegang merek Datsun mengonfirmasi bahwa telah hengkang dari pasar Indonesia. Secara resmi Datsun mengumumkan penghentian aktivitas pabriknya di Indonesia Berikutnya, pada Maret 2020, General Motors (GM) resmi menghentikan penjualan Chevrolet di Indonesia lantaran penjualannya yang tidak terlalu banyak.

Dari hengkangnya beberapa merek tersebut, menandakan pertarungan pasar otomotif di Indonesia ketat. Terlebih, kehadiran mobil listrik turut meramaikan persaingan industri otomotif di Tanah Air. Chief Executive of Astra Peugeot, Rokky Irvayandi mengatakan, aktivitas aftersales Peugeot tetap berjalan seperti biasa.

Ia menjelaskan, alasan penghentian penjualan adalah berdasarkan informasi dari Stellantis (sebagai Prinsipal merek Peugeot), Stellantis telah memutuskan untuk mengambil keputusan Strategis untuk menghentikan penjualan unit Peugeot di Indonesia.

“Ini merupakan bagian dari strategi pertumbuhan bisnis Stellantis (induk perusahaan Peugeot) di kawasan ASEAN,” kata Rokky Jumat 3 Mei 2024.

Ia menambahkan, terkait keputusan ini, sebagai partner, Astra menghargai keputusan Stellantis. Namun, Astra sebagai Authorized Peugeot Service Center berkomitmen untuk tetap memberikan layanan Aftersales kepada customer pemilik Peugeot. “Tidak ada layanan aftersales yang dikurangi, seluruhnya sama seperti biasanya,” katanya.

Sementara itu, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto menyatakan belum mendapatkan informasi mengenai keputusan Peugeot di Indonesia. Menurut Jongkie, pasar otomotif di Indonesia masih menarik dan produsen kendaraan yang telah hengkang sebagian sudah masuk kembali dengan berganti agen pemegang merek (APM). “Peluang pasar otomotif di Indonesia sangat besar, mengingat penduduk Indonesia ada 280 juta,” kata Jongkie.

Ia menilai produsen kendaraan yang telah hengkang tersebut bukan karena datangnya brand baru atau kedatangan mobil listrik, sebab mobil bermesin bakar  (internal combustion engine, ICE) masih besar peminat. Ia merasa bukan itu alasannya (mobil listrik dan brand baru), mobil yang diminati masyarakat yang harganya terjangkau di bawah Rp 300 jut  dan bentuknya multipurpose vehicle (MPV) serta sport utility vehicle (SUV) kecil atau menengah.

Pengamat Otomotif Bebin Djuana menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi sukses tidaknya sebuah produsen otomotif di Indonesia maupun negara-negara lain.

Ia menjelaskan, untuk produsen yang berhasil menuai kesuksesan, salah satu faktornya adalah desain mobil yang disesuaikan dengan selera pasar di negara tersebut. Selain itu, ada juga faktor reputasi brand secara global dan teknologi mutakhir yang ditawarkan.

Sementara untuk brand yang justru memutuskan hengkang dari pasar Tanah Air, seperti Astra Peugeot misalnya, bisa saja disebabkan oleh adanya beberapa masalah, baik dari sisi internal maupun eksternal. “Tentunya berujung pada penjualan. Masalah bisa internal bisa juga berkaitan dengan pasar (eksternal),” kata Bebin.

Bebin mencontohkan salah satu brand yang tergolong anyar masuk ke Tanah Air tapi berhasil menuai kesuksesan salah satunya Wuling Motors. Menurutnya, strategi yang diterapkan saat masuk ke pasar Indonesia berhasil menyita perhatian konsumen sehingga performanya pun terus menunjukkan pertumbuhan positif. Ia menambahkan, salah satu faktor brand otomotif datang ke Indonesia tentunya karena melihat adanya potensi pasar yang menjanjikan.

“Sambil mengukur kekuatan internal, karena bersaing di pasar negara kita bukan masalah yang mudah mengingat kekuatan merek-merek pemain utama yang ada,” katanya. (*)