JAKARTA— Selain komoditas minyak bumi dan gas (migas) serta nonmigas (batu bara, timah, nikel, dan lain sebagainya, Indonesia makin membuktikan potensi baru komoditas ekspor di bidang yang kian menunjukkan perkembangan, yakni otomotif. Dari tahun ke tahun, makin banyak perusahaan otomotif dunia yang melirik potensi lokasi, sumberdaya, dan tenaga di Tanah Air untuk mendukung berdirinya pabrik otomotif, yang produknya tak hanya dipasarkan untuk pangsa domestik namun juga ke pasar global.
Yang dimaksud dengan ekspor komoditas otomotif bukan hanya produk jadi dalam bentuk mobil utuh, melainkan juga komponen pendukung lain seperti suku cadang, mesin bensin, bahkan hingga alat bantu produksi, yang secara keseluruhan memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di atas 50 persen.
Gencarnya Modal Asing sejak Tahun 2016
Penanaman modal asing (PMA) di industri otomotif sudah terjadi sejak lama. Namun pertumbuhan pesatnya makin menunjukkan jumlah besar mulai sekitar tahun 2016. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), akumulasi investasi otomotif di Indonesia selama periode 2016-2021 tercatat mencapai angka 6,03 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Negara yang tercatat menjadi penggerak amenanamkan investasi dalam jumlah paling besar adalah Jepang, lewat sebanyak 3.725 proyek penanaman modal yang nilai investasinya mencapai angka 3,69 miliar dolar AS, atau setara 61,19 persen dari keseluruhan PMA industri otomotif yang diterima Indonesia. Setelah Jepang ada Korea Selatan sebagai negara yang tercatat menjadi negara asal PMA tertinggi.
Nilai Modal Asing di Sektor Otomotif:
- Jepang (3.725 proyek investasi) – 3,69 miliar dolar AS
- Korea Selatan (120) – 1,46 miliar dolar AS
- Thailand (67) – 97,30 juta dolar AS
- China (146) – 38,36 juta dolar AS
- Jerman (32) – 32,90 juta dolar AS
- Malaysia (107) – 24,52 juta dolar AS
- Taiwan (98) – 12,04 juta dolar AS
- Lainnya (4.706) – 668 juta dolar AS.
Dampak dari realisasi PMA yang diperoleh
Makin gencarnya PMA otomotif tersebut, dalam kurun waktu yang sama atau selama lima tahun terakhir, Indonesia memperoleh peningkatan kapasitas pabrik otomotif yang terpasang atau terbangun di Tanah Air. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), dkapasitas terpasang tersebut telah mencapai 2,3 juta unit per tahun. Fasilitas produksi itu yang nyatanya secara langsung mendukung tingkat ekspor otomotif Indonesia, untuk bisa merambah pasar manca negara.
Misalnya di dua tahun sebelum pandemi pada 2018 dan 2019, ekspor otomotif yang mengandalkan hasil produksi pabrik Tanah Air dalam bentuk utuh (completely built up, CBU) mencapai sekitar 19-25 persen dari total produksi tahunan. Pada tahun 2018 ekspor CBU dari Indonesia mencapai 18,74 persen atau sekitar 264.553 dari total produksi sebanyak 1,34 juta unit yang dihasilkan. Kemudian persentase tersebut meningkat menjadi 25,8 persen pada tahun 2019, dari total produksi sebanyak 1,28 juta unit di tahun tersebut.
Fenomena menarik terjadi pada saat pandemi melanda yakni di tahun 2020. Pada saat itu pasar domestik industri otomotif anjlok, dan pada akhirnya membuat produksi otomotif di tanah air terpangkas hingga sebanyak 578.321 unit (retail sales). Namun di tahun yang sama ekspor tak menunjukkan perubahan yang berarti, 232.176 unit. Angka tersebut rupanya menopang sebanyak lebih dari 34 persen total produksi otomotif nasional yang tengah dihantam pandemi, dan hanya di angka 680.160 unit atau separo dari total produksi otomotif di tahun sebelumnya.
Berangkat dari kilas balik kondisi di atas, ekspor otomotif di Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, baik secara makro maupun bagi industri. Belum lagi peluang ekspor tersebut juga dianggap berperan dalam mempertahankan struktur rantai pasok di dalam negeri tetap kokoh, karena setiap unit otomotif yang dipasarkan ke mancanegara memiliki TKDN 70 hingga 80 persen.
Surplus Neraca Dagang dan Daya Saing Meningkat
Besarnya peran ekspor otomotif terhadap perekonomian Indonesia juga terukur dalam neraca sektor industri kendaraan bermotor dan bagiannya, yang diketahui mengalami surplus pada tahun 2021. Menurut data Balai Pusat Statistik (BPS) pada tahun tersebut nilai impor produk otomotif Indonesia mencapai 6,32 miliar dolar AS. Namun angka tersebut diimbangi dengan catatan ekspor yang berada di angka 8,63 miliar dolar AS, meningkat lebih dari 100 persen dibanding tahun 2020 yang hanya ada di kisaran 3,03 miliar dolar AS.
Pada tahun 2021 surplus neraca dagang industri otomotif Indonesia berada di angka 2,3 miliar dolar AS. Sementara dari segi industri, secara keseluruhan jumlah tenaga kerja industri otomotif hingga perdagangannya di Indonesia saat ini mencapai 1,5 juta orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam manufaktur langsung mencapai 500 ribu orang.
Berdasarkan catatan Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM), saat ini terdapat sekitar 1.500 perusahaan komponen dari seluruh level. Atau rinciannya, pada level tier 1 dan 2 terdapat 550 perusahaan, dan level tier 3 sebanyak 950 perusahaan. Mengutip keterangan Bob Azam (Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, TMMIN), ekspor tak hanya mampu memperkuat struktur industri otomotif nasional, melainkan juga akan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Terlebih melihat dampak dan kontribusinya terhadap neraca perdagangan negara.
“Ekspor menjadi salah satu bukti kalau produk buatan Indonesia itu bagus di mata dunia. Otomotif merupakan produk industri teknologi tinggi. Ekspornya tidak bisa disamakan dengan ekspor sumber daya alam, apalagi yang belum diolah. Industri otomotif memberikan nilai tambah (value added) berlipat-lipat sehingga multiplier efeknya sangat luas”, kata Bob Azam. (Good News from Indonesia)