JAKARTA— Perusahaan pembiayaan (multifinance) masih berharap nilai pembiayaan mobil baru naik sampai akhir tahun 2021, yang salah satunya terdorong penjualan mobil kelas menengah ke atas. Penjualan mobil masih terdorong momentum pajak barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) sampai akhir periode 2021. Regulasi PPnBM terbaru berbasis kadar emisi dan tingkat efisiensi bahan bakar diharapkan turut mendorong nilai pembiayaan yang masuk.
Direktur Utama PT BCA Finance Roni Haslim menilai proyeksi tersebut bukanlah harapan kosong. Ia berharap regulasi baru ini akan membawa revisi harga di beberapa tipe kendaraan. Ada yang naik, tapi ada pula yang turun. Lewat tren ini, calon konsumen yang bakal membeli atau mengganti mobil tergoda untuk mengambil tipe unit yang lebih tinggi ketimbang incaran sebelumnya.
“Beberapa tipe mobil yang akan turun harga menurut saya adalah hal positif untuk pasar. Mobil-mobil mewah semakin terjangkau, sehingga diharapkan volume [outstanding yang masuk] bisa naik,” katanya seperti dikutip Bisnis, Rabu 27 Oktober 2021.
Namun dari sisi kendaraan mewah yang berbasis listrik, Roni menilai masih perlu waktu untuk bisa dilirik konsumen. Di masa datang ia berharapa harga unit mobil ini jadi lebih terjangkau dan basis nasabah yang merupakan bagian ekosistem PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) makin mampu membeli.
Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CIMB Niaga Finance, CNAF) Ristiawan Suherman melihat dampak mobil berteknologi listrik yang lebih murah merupakan potensi besar buat industri pembiayaan. Alasannya, pemahaman nasabah sudah mulai tinggi soal mobil jenis full electric battery, hybrid, sampai plug-in hybrid (PHEV). Itu terutama karena pengaruh keterkenalan Tesla dan pendirinya, Elon Musk. CNAF pun sempat mengakomodasi pembiayaan untuk belasan mobil yang diimpor ini.
“Sejauh pemerintah dapat mempercepat kesiapan infrastruktur pendukung untuk kendaraan listrik dan kendaraan ramah lingkungan, kami yakin dampak positif juga akan didapatkan oleh perusahaan pembiayaan,” katapnya.
Menurutnya salah satu keuntungan lain dari terus mendukung pemerintah dan industri otomotif mendorong penjualan mobil ramah lingkungan dari sisi pembiayaan, karena dampak konkretnya kepada risiko gagal bayar cicilan. “Dampak kongkritnya adalah mobil listrik dapat menghemat pengeluaran dari sisi biaya bahan bakar dan perawatan. Penurunan pengeluaran bulanan tersebut akan meningkatkan kemampuan bayar nasabah, yang harapan ikut membawa tingkat kredit bermasalah untuk nasabah segmen mobil listrik akan jauh lebih kecil,” katanya.
Pengamat otomotif dan praktisi industri multifinance Jodjana Jody mengatakan bahwa regulasi ini juga akan membuat tren kontraproduktif di industri otomotif, kendati harus diakui memiliki dampak yang bagus untuk jangka panjang. Pasalnya, pria yang sempat memimpin Auto2000 (2010) dan Astra Credit Companies (2015) ini melihat hampir semua mobil produksi lokal akan mengalami kenaikan harga, sementara masyarakat yang bisa ‘tergoda’ mengambil unit segmen upper class hanya segelintir.
“Selain itu, dengan produk impor seperti sedan maupun SUV (sport utility vehicle) mewah yang semua tarifnya [porsi PPnBM] turun, kalau benar-benar laku, maka ini akan memacu importasi dan menganggu trade balance ke depan,” katanya.
Diharapkan daya beli masyarakat yang masih belum pulih betul, ditambah kenaikan porsi PPnBM beberapa jenis mobil yang sedang laku-lakunya, dalam jangka pendek tidak terlalu memberikan fluktuasi pasar dan memberikan tekanan baru ke industri otomotif. Sebagai contoh, mobil kategori LCGC (low cost green car) yang menguasai 20 persen pangsa pasar otomotif yang sebelumnya hanya terkena PPnBM nol persen dari harga akan mulai dikenakan pajak emisi.
Beberapa jenis mobil di segmen serbaguna (multipurpose vehicle, MPV) 4×2 yang selama ini menyumbang 56 persen pasar otomotif ini juga akan mengalami kenaikan tarif PPnBM dari 10 persen ke 15 persen, atau lebih tergantung emisinya untuk kapasitas 1.500 cc ke bawah. Sementara itu, MPV berkapasitas mesin 1.500 hingga 2.500 cc yang belum menerapkan teknologi tinggi untuk menekan emisi, beberapa tipenya kemungkinan akan terkena kenaikan dari PPnBM 20 persen ke 25 persen, karena pengkajian hasil emisi yang lebih ketat. (*)