MARKETEERS— Suzuki Indonesia mengungkap strategi digital marketing-nya di pasar otomotif. Mereka memanfaatkan digital marketing dengan optimal, untuk meningkatkan daya saing. Dengan begitu, Suzuki berhasil menjaga eksistensinya di industri otomotif Tanah Air. Suzuki menyoroti proses konversi strategi digital marketing menjadi penjualan.
Suzuki telah memiliki sejarah panjang dengan hadir di Indonesia sejak tahun 1969. Kala itu, perusahaan memulai dengan penjualan sepeda motor. Pada tahun 2000, Suzuki mengembangkan lini kendaraan roda empat, dengan produk terkenal seperti Carry Pickup.
Saat ini, Suzuki memiliki tiga pabrik utama di Pulogadung (Jakarta Timur), Tambun dan Cikarang (Bekasi, Jawa Barat), dengan pusat penjualan dan pemasaran di Pulogadung. Pada April 2024, Suzuki berhasil menduduki posisi ketiga di pasar otomotif Indonesia, menunjukkan keberhasilan perencanaan bisnis yang matang.
Namun bagaimana Suzuki bisa bertahan dan berkembang di industri otomotif yang semakin kompetitif ini? Salah satu kuncinya adalah melalui digital marketing. Harold Donnel, 4W Marketing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), mengupas realitas digital marketing di industri otomotif.
“Suzuki Indonesia terlambat memasuki ekosistem digital, baru mulai membenahi digital ecosystem sejak tahun 2019. Sebelumnya, meskipun sudah memiliki website dan media sosial, semua berjalan sendiri-sendiri tanpa integrasi,” kata Harold di acara Marketeers Tech for Business 2024, Selasa 4 Juni 2024.
Tahun 2019 menjadi titik balik. Suzuki me-reset seluruh ekosistem digitalnya. Langkah pertama adalah memperbaiki website, memastikan antarmuka pengguna (UI) dan pengalaman pengguna (UX) optimal. Selain website, Suzuki juga memanfaatkan media sosial dan influencer marketing. Pandemi COVID-19 dimanfaatkan untuk memperbaiki fondasi digital.
Namun, pertanyaan penting yang muncul adalah, apakah traffic tinggi pada website selalu berbanding lurus dengan penjualan tinggi. Suzuki menyadari bahwa kualitas traffic lebih penting daripada kuantitas. “Satu juta pengunjung tidak berarti apa-apa jika mereka tak tertarik pada produk kita,” kata Harold.
Suzuki fokus pada optimalisasi website dan sourcing traffic yang tepat, melalui segmentasi, target, dan positioning yang jelas. Selain itu, web optimization menjadi kunci, memastikan navigasi yang mudah dan waktu muat yang cepat. “Pengunjung hanya mau menunggu kurang dari satu detik untuk membuka website,” kata Harold.
Hal ini menekankan pentingnya UI dan UX yang baik untuk meningkatkan rasio konversi.
Dalam pengukuran kinerja, Suzuki menggunakan metrik seperti bounce rate dan stay time ratio. Industri otomotif memiliki rata-rata bounce rate 60-65 persen dan waktu tinggal 8-10 menit per pengunjung. Mengetahui metrik ini membantu Suzuki menilai apakah performa website mereka average, superb, atau excellence.
“Makin banyak traffic tak selalu berarti makin banyak sales. Yang penting adalah kualitas traffic dan bagaimana kita memperlakukan mereka. Ini menunjukkan bahwa digital marketing bukan sekadar meningkatkan angka pengunjung, tetapi juga bagaimana mengelola dan mengoptimalkan pengalaman untuk mendorong penjualan,” kata Harold. (*)