JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan Daerah Istimwa Yogyakarta (DIY) mengusulkan kenaikan tarif tol di sejumlah ruas tol Trans Jawa tak dilakukan saat ini. Wakil Ketua Aptrindo Jateng dan DIY Bambang Widjanarko mengatakan penaikan tarif tol setiap dua tahun sekali memang tidak melanggar aturan apapun dan sah-sah saja jika ditinjau dari sudut hukumnya.
Aturan pengelolaan jalan tol, termasuk tentang tarif tol semuanya sudah diatur baik dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomer 15 Tahun 2005. Namun pemerintah semestinya bisa lebih bijaksana lagi meninjau dari beberapa faktor lainnya dalam situasi pandemi Covid-19 seperti yang sedang dialami pada saat ini. Dia menegaskan pada saat ini dunia usaha sedang bergulat menyelamatkan diri dari kebangkrutan.
“Jika mau dinaikkan, mestinya tunggu semua rakyat Indonesia divaksin dulu, lalu ekonomi berangsur pulih. Hancurnya ekonomi imbas dari pandemi Covid-19 di seluruh dunia sangat berdampak pada bisnis transportasi barang maupun orang. Pada saat yang semuanya serba mencekik ini, seharusnya pemerintah lebih memiliki sense of crisis. Bukannya malah semakin membebani dengan menaikkan tarif tol, ” katanya, Ahad 17 Januari 2021 seperti dikutip Bisnis.
Terlebih pada saat ini pemerintah tak hanya memberikan bantuan langsung tunai (BLT) pada masyarakat pra sejahtera saja tetapi juga seharusnya memberikan berbagai insentif bagi pengusaha yang masih bertahan. Menurutnya, jika pemerintah hanya memberikan BLT bagi masyarakat pra sejahtera yang selama ini diibaratkan sebagai gerbong kereta tanpa memperhatikan pengusaha yang menjadi lokomotifnya, maka ekonomi akan sulit untuk segera pulih.
Bambang menggambarkan kondisi pengusaha logistik saat ini juga mengalami kesulitan karena ada yang ongkos muatnya dipotong atau ongkos muatnya dibayar dengan tempo dua kali lipat lebih lama dari biasanya. Bahkan ada yang semakin jarang diberi muatan.
Selama pandemi ini pun, kata dia, ongkos muat cenderung turun karena antara pengusaha transportasi dengan industri terjadi saling pengertian dan saling membantu. “Jangan saat ini, di mana utilisasi trucking baru mencapai 50 persen saja. Ini ibarat atlet angkat besi, baru susah payah mengangkat beban separo saja, oleh pelatihnya malah ditambah beban lagi, ya bisa cedera atau mati atletnya,” katanya.
Begitu juga dengan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) yang mengatakan memilih opsi jalur non tol sebagai alternatif pengiriman logistik menghadapi kenaikan tarif tol di Trans-Jawa, termasuk penetapan tarif terintegrasi di Jakarta- Cikampek dengan Jakarta-Cikampek Elevated. Ketua ALI Zaldy Ilham Masita mengatakan semestinya pemerintah belum menaikkan tarif tol Trans Jawa karena masih tergolong relatif baru digunakan. Selain itu pada masa pandemi, kebijakan untuk menaikkan tarif jalan tol berdampak langsung pada kegiatan ekonomi.
Zaldy menuturkan kenaikan tarif di sejumlah ruas tol trans Jawa milik PT Jasa Marga Tbk. mendorong truk logistik menghindari jalur tol. “Sebelum adanya penaikan tarif tol saja kondisi yang berat sudah dialami oleh angkutan logistik sehingga memang sudah banyak beralih melewati non tol,” katanya, seperti dikutip Tempo.
Dia juga berpendapat untuk pengintegrasian tarif ruas tol Jakarta –Cikampek selalu menghadapi permasalahan klasik dengan kemacetan yang belum terpecahkan. Alhasil menurutnya, kenaikan harusnya hanya dilakukan kepada kendaraan penumpang bukan truk. Terlebih karena jalur tol tersebut memang dibuat sebagai lintasan truk agar tidak masuk ke dalam kota.
Zaldy yang juga Direktur Paxel ini menuturkan selama ini bagi angkutan barang, tersedia dua opsi untuk melintas yakni lewat jalan tol dan non tol. Dari sisi tarif, katanya, antara jalan tol dan non tol terdapat perbedaan tarif hingga 30 persen dan beda waktu pengiriman hanya sehari- dua hari.
Menurutnya, banyak konsumen yang juga masih memilih non-tol kendati memakan waktu lebih lama “Jadi tergantung konsumennya, dengan tarif tol Trans Jawa naik ya biaya juga naik dan dibebankan kepada konsumen langsung dan konsumen bisa memilih mau lewat tol atau tidak. Sama aja seperti penumpang, bisa lewat udara, kereta atau bis,” katanya.
Namun untuk pengiriman logistik ke wilayah di Pulau Jawa, lebih banyak melalui angkutan truk, dengan ongkos yang lebih efisien dibandingkan dengan moda kereta api, terlebih lagi udara. (*)